Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Politik

PBNU Gagas Rujuk Nasional Kembali ke Khittoh 1945

Penulis : Adi Supra - Editor : Heryanto

07 - Dec - 2016, 20:34

Placeholder
KH Ma'ruf Amin (foto: google image)

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggagas adanya dialog nasional demi terwujudnya 'Rujuk Nasional' dengan mengajak seluruh komponen bangsa Indonesia untuk kembali melaksanakan khittoh kebangsaan tahun 1945 dalam menghadapi semua persoalan kebangsaan.

Pernyataan tersebut disampaikan Rais Aam PBNU, KH Makruf Amin disela-sela acara silaturrahim dengan ulama, kiai pengasuh pondok pesantren dan rais syuriah PCNU se Jatim di kantor PWNU Jatim, Rabu (7/12/2016).

Menurut KH Ma'ruf Am8n, rujuk nasional ini artinya kembali kepada khittoh kebangsaan 1945, sehingga tidak terjadi penafsiran-penafsiran yang bisa menimbulkan ketegangan.

Misalnya, Pancasilais dan tidak Pacasilais, lalu Bhieneka Tunggal Ika dan tidak, hingga ini di dalam NKRI dan itu diluar NKRI. "Hal-hal seperti ini tidak boleh ada," tegas pria yang juga ketua umum MUI pusat ini.
 
Menurut KH Makruf Amin, semua perbedaan yang muncul di tengah-tengah masyarakat berbangsa itu harus diselesaikan secara adil dan beradap, tapi tidak boleh pecah sebagai bangsa.

"Saya sudah usul ke Presiden RI, Jokowi dan beliau setuju, tinggal tunggu waktu yang tepat," ungkap pengasuh Ponpes Altanara Serang Banten ini.

Tantangan NU ke depan sangat berat. Maka NU perlu mengembangkan paradigma dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi dalam hal keagamaan, kemasyarakatan, dan kebangsaan.

Bahkan kalau perlu paradigma berpikir NU yang berpegang pada dalil 'Almuhaafadzahtu 'alaa qadimis shaalih wal akhdzu bi jadiidil ashlah (memelihara tradisi pendahulu yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik,red) perlu disempurnakan menghadapi perubahan jaman.

"Saya kira paradigma ini perlu ditambahi dengan al-ashlah 'alaa maa huwa al-ashlah, tsummal ashlah wal ashlah (memperbaiki yang sudah baik, menjadi lebih baik dan lebih baik lagi,red)," beber Kiai Makruf Amin.

Dengan tambahan rumusan paradigma itu, lanjut dia, memungkinkan NU untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus. "Para pendiri dulu berkata, NU itu organisasi perbaikan. Sehingga harus dilakukan secara terus-menerus, harus kontinyu," dalih Kiai Makruf Amin.

Ia lantas menjelaskan tiga tugas utama NU ke depan, yakni himaayatud dien (peran keagamaan), himaayatul ummah (peran keumatan), dan himaayatud daulah (peran kebangsaan).

Tugas itu dibebankan kepada ulama-ulama NU, bukan hanya yang ada di struktur organisasi NU, tapi juga ulama-ulama NU kultural di pesantren-pesantren.

Ma'ruf mengaku pertemuan seperti ini sebenarnya sudah menjadi tradisi NU, tapi lama vakum makanya kita bangun kembali. Ulama NU strutural dan kultural ini tidak boleh dipisah-pisah sebab NU itu milik ulama.

"Ibarat perusahaan, ulama itu ownernya dan kami-kami ini yang struktur itu cuma sopir, sehingga perlu koordinasi dengan pemiliknya agar tidak salah arah dan tujuan," tegasnya.

Rais Aam PBNU ini juga mengaku bersyukur karena ulama dan kiai-kiai pengasuh pondok pesantren di Jatim bisa mengeluarkan uneg-unegnya maupun kritik demi perbaikan kinerja PBNU ke depan.

Ia juga menjelaskan bahwa posisi NU tetap berada di tengah tapi juga di sisi lain menjaga jangan sampai terjadi konflik antar kelompok dalam menyikapi perkembangan bangsa dan umat akhir-akhir ini.

Ma'ruf mengungkapkan dirinya memang memainkan peran bagaimana menjadi pemandu yang baik supaya tak terjadi konflik antara pemerintah dan kelompok pendemò.

Makanya dalam aksi 212 lalu pihaknya ambil peran mendamaikan keinginan polisi supaya ada di Istiqlal dan melarang di Jl Thamrin.

"Sebaliknya kelompok pendemo menolak di Istqlal dan ingin di Jl Thamrin, akhirnya bisa dicarikan jalan tengah di Monas," beber KH Makruf Amin.

Di tambahkan KH Makruf Amin, NU dalam segala hal berhadapan dengan ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Di luar NU, juga ada kelompok yang cenderung tekstualis atau tsaabitan dan di sisi lain ada paham yang liberal.

"NU Mutawassithan. Berada di tengah-tengah. Tapi tetap ada paradigmanya, ada jalur-jalurnya," imbuhnya.(*)


Topik

Politik PBNU Ruju-Nasional Surabaya



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Adi Supra

Editor

Heryanto