Kenaikan biaya kepengurusan surat-surat kendaraan yang berlaku mulai Jumat hari ini (06/01) benar-benar memberatkan masyarakat. Mereka mengeluh karena kenaikannya terlalu tinggi.
Selain tingginya biaya, masyarakat dibuat bingung dengan kebijakan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Kepolisian Negara Republik Indonesia. "Kami bingung dengan tidak satu suaranya pemerintah terkait persoalan kenaikan biaya kepengurusan surat-surat kendaraan," kata Syahrul (26), warga Kepanjen, saat mengurus surat kendaraannya di Samsat Talangagung Kepanjen, Jum'at (06/01).
Dia juga mengatakan, pemerintah kesannya saling lempar tanggung jawab dan enggan mengakui dari mana usulan kenaikan kepengurusan STNK hingga BPKB yang mencapai 300 persen itu.
Syahrul juga menanyakan kenaikan pengurusan kendaraan kepada pegawai Samsat Talangagung. "Jawabannya itu perintah PP dan kami disuruh bertanya kepada Polres Malang," ujarnya.
MALANGTIMES juga mencoba mengonfirmasi hal tersebut kepada Humas Polres Malang dan mendapat jawaban bahwa kenaikan itu kebijakan pemerintah pusat. "Kami hanya melaksanakan amanah aturan dari pusat melalui PP. Tugas kami hanya menyosialisasikannya," kata AKP Dyan Vicky Shandi, kasubag humas Polres Malang.
Kesan pemerintah yang saling lempar tanggung jawab tersebut menimbulkan pertanyaan besar dalam masyarakat. "Dibuat oleh pemerintah, ditandatangani langsung presiden, tetapi disanggah sendiri," kata Tarmudji (43), warga Gondanglegi.
Lepas dari saling lempar tanggung jawab tersebut, kenaikan biaya pengurusan kendaraan itu membuat masyarakat mengeluh. Mereka mendesak aturan tersebut ditinjau ulang. "Terlalu tinggi naiknya. Kami yang merasakan dampaknya. Bayangkan satu rumah minimal ada dua dan tiga motor karena kebutuhan. Jadi, pengeluaran bengkak," ucap Syahrul. "Masyarakat sudah berat menanggung berbagai beban ekonomi. Ini ditambah lagi dengan kenaikan pengurusan kendaraan," sambungnya.
Tarmudji pun mengatakan hal yang sama. Dia terutama mengeluhkan biaya penerbitan BPKP yang sangat tinggi. "Dari Rp 80 ribu jadi Rp 225 ribu untuk roda dua dan tiga. Jelas akan berdampak pada pengeluaran kami," ujarnya yang juga berharap pemerintah mencabut atau meninjau ulang aturan tersebut.
Waljinah (49), warga Turen, juga keberatan atas kenaikan pengurusan kendaraan tersebut. "Ini kan berlaku untuk kendaraan baru dan lama. Seharusnya yang lama tidak usah kena kenaikan. Kami sudah berat memenuhi kebutuhan sehari-hari," keluhnya. (*)