MALANGTIMES – Sehari sesudah kasus Rizki Agung Bayu Saputra alias Bayu, anak juru parkir yang sempat ditolak masuk SMPN 12 Kota Malang diberitakan MalangTIMES (JatimTIMES Network) dan viral di berbagai media sosial sehingga berhasil terselamatkan dan diterima kembali di sekolah tersebut, kini muncul laporan baru ke meja redaksi kami.
Kasusnya hampir sama. Derita anak kurang mampu yang terpaksa mengubur impiannya untuk belajar di sekolah yang diidamkan gara-gara tidak memiliki kekuatan baik ekonomi maupun jaringan untuk mengakses lembaga pendidikan yang layak seperti teman-temannya yang lain.
Hal ini dialami Iam Punata, calon siswa jenjang menengah pertama yang tinggal di Jalan Ikan Arwana, Blok A7, RT 5, RW 4, Kelurahan Tunjung Sekar, Kota Malang.
Awalnya, ia ikut tes seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMPN 26 Malang lewat jalur regular cuma tidak lolos. Namun ia tidak putus asa dan mencoba mendaftar lagi melalui jalur wilayah.
Upayanya lewat jalur ini sempat membuat ia dan keluarganya tersenyum bahagia. Sebab, ia mendapat konfirmasi langsung dari Kepala Sekolah SMPN 26 Malang, tepatnya pada Kamis (11/7/2017) melalui sambungan telepon yang diterima orang tua Iam, begitu Iam Punata biasa disapa.
Lewat sambungan telepon itu, Kepala Sekolah SMPN 26 Malang memberikan kabar bahagia bahwa Iam diterima sebagai siswa baru di sekolah tersebut melalui jalur wilayah.
Namun kebahagiaan Iam dan orang tuanya tidak berlangsung lama. Hanya berselang beberapa jam kemudian teleponnya kembali berdering. Setelah dicek ternyata ditelepon kembali oleh Kepala SMPN 26 Malang.
Begitu telepon itu diangkat, kebahagiaan yang sempat dirasakan Iam dan orangtuanya yang sehari-hari berprofesi sebagai pembantu rumah tangga ini sirna seketika. Sang kepala sekolah mengabarkan kembali bahwa Iam tidak jadi diterima di SMPN 26 Malang.
Alasannya cukup simpel namun hingga kini tidak dimengerti oleh keluarga Iam. Pihak sekolah tidak jadi menerima Iam karena ada orang yang lapor ke manajemen sekolah. Namun si sang kepala sekolah tidak menjelaskan secara rinci apa yang dilaporkan termasuk alasan menggagalkan informasi awal bahwa Iam diterima di sekolah tersebut.
"Ya itu mas, setelah daftar jalur regular nggak bisa, coba jalur wilayah melalui Pak RW yang katanya ingin membantu menghubungkan ke kepada kepala sekolah. Akhirnya ya itu ada telpon dari kepala sekolah, bahwa meman adik saya diterima. Namun pas sore harinya ia kembali telpon dan bilang bahwa adik saya tidak jadi diterima. Nah bapak saya kan kaget, terus tanya kenapa sebabnya ditolak, ia cuma jawab, ini masalah pendidikan bukan tempat tinggal, dan langsung ditutup,"cerita Revi Yulianta (29), kakak kandung Iam.
Esok harinya tetangganya berinisial CY yang rumahnya tidak terlalu jauh dengan keluarga Iam tiba-tiba mengumumkan ke warga sekitar sekaligus menawarkan jasa bahwa ia bisa membantu siapa saja yang ingin masuk di SMPN 26 Malang. Keluarga Iam pun mendengar pengumuman yang disampaikan CY ini.
"Kami sekeluarga ya dengar omongan itu. Namun, ternyata anak sebelah rumah yang secara ekonomi lebih mapan dari keluarga kami tiba-tiba diterima di SMPN 26. Padahal sebelumnya, anak ini tidak diterima. Kecurigaan kami, hal ini berkat bantuan dari CY yang kabarnya merupakan teman akrab Kepala SMPN 26,” beber Revi saat ditemui MalangTIMES di rumahnya, Kamis (20/7/2017).
Revi lagi-lagi curiga bahwa Iam tergeser karena kursi kosong yang sebelumnya sudah disiapkan digantikan kepada anak tetangganya ini.
Bisa jadi karena sebelumnya Iam tergeser karena orang tersebut, yang akhirnya mengantikan dengan anak sebelah rumah.
“Kecurigaan ini kami kira bukan tidak berdasar karena sebelumnya memang sama-sama dengan adik saya tidak lolos tes jalur reguler,” beber Revi.
Atas kejadian ini, Iam sempat marah bahkan putus asa dengan tidak mau melanjutkan sekolah lagi. Beruntung, kedua orang tuanya berhasil memberi pengertian sehingga Iam saat ini mau disekolahkan di MTs Al Ma’arif Malang.
"Kami juga sempat jengkel, mangkel gitu, kalau memang nggak diterima, sebelumnya jangan bilang diterima. Jangan memberi janji-janji manis saja. Untung adik saya masih mau melanjutkan sekolah meskipun tidak di SMPN 26 Malang,"pungkasnya .
Ia hanya berharap kasus yang menimpa adiknya ini tidak terulang ke anak yang lain. Karena tidak mampu secara ekonomi dan tidak punya akses ke pimpinan sekolah akhirnya gagal meneruskan cita-citanya (*)