Ghufron Efendi, selaku LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Ansor Tulungagung menolak secara tegas akan diterapkannya full day school di sekolah.
Menurutnya, hal ini bertentangan dengan Undang-Undang pendidikan No.20 tahun 2003. Pada Pasal 46, ayat 1, yang menjelaskan Pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
Melalui otonomi pendidikan, maka sekolah diberikan peluang dan kewenangan untuk mengelola sumber daya dengan cara mengalokasikannya sesuai kebutuhan masyarakat setempat.
Dengan demikian, lnjut Ghufron, sekolah lebih otonom dalam mengembangkan dan mengoperasionalisasikan pembelajaran di sekolah sesuai dengan potensi yang ada di daerah atau di sekolah masing-masing.
“Jika sekolah dan madrasah diberi otonomi untuk mengelola sekolah, formulasi dan pendidikannya sendiri-sendiri. Berarti (fullday school) melanggar UU sendiri” tukas Ghufron.
Ghuffon menambahkan, jika kebijakan fullday secara nasional dibuat sama, anak yang punya minat misalnya olah raga atau musik itu tidak maksimal. Yang jelas anak itu harus diberi keseimbangan belajar dan bermain.
“Kemudian di lain sisi, orang tua itu harus diberi waktu untuk mendidik. Artinya, mereka belajar di sekolah serta diberi waktu untuk berinteraksi dengan orang tua di rumah, itu harus seimbang” imbuhnya.
Sekretaris LBH Ansor ini juga menjelaskan, jika akan menjalankan full day school harus melalui persiapan yang matang, misalnya diadakan pilot project. Tidak semua daerah bisa diterapkan.
“Taruhlah yang sederhana saja di SD. Itu saya yakin tidak mencukupi MCK-nya, dan sebagainya. Mereka harus mandi di sekolah dan sebagainya. Saya kira ini perlu dipikirkan ulang” pungkasnya.