Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

Harga Kakao Jadi Mainan Tengkulak, Pemkab Malang Rangkul Perusahaan Eksporter Indonesia

Penulis : Nana - Editor : Lazuardi Firdaus

10 - Sep - 2017, 17:32

Placeholder
Yohannes, mantri tani sekaligus petani kopi dan kakao menyatakan optimis terhadap langkah Pemkab Malang yang bermitra dengan GPEI dalam mengembangkan ekonomi petani dan daerah melalui budidaya kakao, Minggu (10/09). (Nana/MalangTIMES)

Kondisi petani rakyat kakao di wilayah Sumbermanjing Wetan, Dampit, Tirtoyudo, Ampelgading di ambang kehancuran. Padahal, jenis kakao di wilayah Malang Selatan ini tergolong berkualitas tinggi di pasaran Indonesia maupun dunia. Bahkan jenis kakao mulia atau kakao putih hanya satu-satunya di dunia yang tumbuh di Sumbermanjing Wetan (Sumawe).

Kondisi ini tentunya menjadi ironis. Saat wilayah yang dipimpin oleh Dr H Rendra Kresna ini sedang giat-giatnya meminimalisasi angka kemiskinan, kondisi petani kakao yang seharusnya sejahtera karena dikarunia alam subur malah berada di ujung tanduk. "Kondisinya sangat memprihatinkan. Kakao petani rakyat satu kilogramnya hanya dihargai Rp 16 ribu oleh tengkulak. Padahal harga bisa sampai Rp 34 ribu untuk kakao asalan,," kata Yohannes, mantri tani Sumawe yang juga petani kakao dan kopi, Minggu (10/09).

Harga kakao petani rakyat yang jadi mainan para tengkulak dengan sistem setiap kali panen mendatangi langsung petani, membuat Pemerintah Kabupaten Malang bereaksi.

Melalui Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang, kondisi tersebut disikapi dengan cara melakukan penguatan sumber daya manusia petani kakao yang ada. Dinas yang dikomandani oleh Nasri Abdul Wahid ini langsung menggandeng Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Indonesian Coffe and Cocoa Research Institute (ICCRI) dan Uni Eropa.

Tujuannya adalah meningkatkan pemahaman petani dalam berbudidaya kakao jenis unggulan secara massif, pengolahan pasca panen dan jaringan pemasaran dalam dan luar negeri.

"Kita lakukan kemitraan ini agar petani rakyat kakao kembali membudidayakannya. Outputnya adalah peningkatan kesejahteraan petani," kata Nasri Abdul Wahid, kepala Dinas TPHP Kabupaten Malang kepada MalangTIMES.

Sampai saat ini dua kelompok petani rakyat kakao sudah berada dalam pendampingan oleh GPEI yang terhubung dengan UE dan ICCRI. Yaitu di desa Kepatihan dan Sukodono, Kecamatan Dampit dengan jumlah petani mencapai ratusan orang.

"Kemitraan mengembalikan kejayaan kakao Kabupaten Malang dilakukan secara bertahap. Durasi pendampingan sampai 4 tahun," ujar Nasri.

Pendampingan dari GPEI, menurut Yohannes, tentunya akan membuat petani kakao kembali bergairah untuk berbudidaya kakao kembali. Setelah kakao dijadikan sampingan bertani, sentuhan Pemkab Malang dengan GPEI akan berpengaruh besar bagi pengembangan ekonomi kerakyatan dan tentunya daerah.

"Saya optimis masa kejayaan kakao akan kembali. Petani itu gampang, kalau ada hasil yang menguntungkan pasti cepat berubahnya," ujar Yohannes.

Dia mencontohkan petani kakao bisa mengejar kebutuhan pasar Jawa Timur (Jatim), asalkan adanya jaminan bahwa produknya bisa laku dengan harga sesuai standar kualitas yang dihasilkannya. Pun, mengenai penjualan yang selama ini dimainkan para tengkulak yang notabene memiliki jaringan pasar yang kuat, bisa dihadapi petani rakyat.

"Sekali lagi, petani hanya butuh kepastian dan jaminan. Dan ini sekarang sudah difasilitasi dan berjalan sampai 4 tahun ke depan nanti. Saya optimis kejayaan kakao kembali,"terang Yohannes.

Political will Pemkab Malang juga sangat baik terhadap petani. Hal ini terlihat dari beberapa bantuan yang telah dilakukan, seperti bantuan bibit, pupuk, mesin pertanian. Tapi, dengan keterlibatan secara langsung pihak lain yang memiliki kepedulian terhadap petani kakao, akan menjadi kekuatan besar.

Khususnya, dalam meminimalisir para tengkulak  yang membuat petani kakao beralih menjadi petani tebu dan lainnya. Efeknya lahan kakao sekuas 1.015 hektar (ha) kini tinggal 100 ha di Sumawe.

"Saat petani diberi penguatan dan kepastian, saya yakin akan kembali lagi ke kakao,"pungkas Yohannes. (*)


Topik

Peristiwa malang berita-malang



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Nana

Editor

Lazuardi Firdaus