Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Peristiwa

ICW : BPJS kesehatan di Blitar Tidak Maksimal Berikan Pelayanan

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Heryanto

11 - Sep - 2017, 19:59

Placeholder
Peneliti KRPK dan icw saat memberikan paparan.(Foto : Aunur Rofiq/BlitarTIMES)

Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan fakta jika implementasi BPJS Kesehatan di Blitar  belum maksimal memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat kalangan bawah.

Dalam survey itu mereka bekerjasama dengan Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) . Survey dilaksanakan Maret hingga Agustus 2017.

Survey dilakukan dengan memakai sampling pasien BPJS Kesehatan Kabupaten dan Kota Blitar yang mendapat pendampingan advokasi.

Juga dari 15 posko pengaduan yang didirikan di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, ada beberapa temuan diantaranya pengurangan jumlah obat yang harusnya menjadi hak pasien.

“Dari ratusan pengaduan yang masuk, 15 pengadu menyatakan mengalami pengurangan jatah obat. Sebanyak 15 pengaduan itu menyatakan, sesuai resep dokter mereka seharusnya mendapat obat untuk sebulan. Namun pihak apotek sengaja menghapus separuh jatah, hingga mereka hanya mendapat dua minggu jatah obat saja,” kata peneliti KRPK , Imam Nawawi, dalam Media Briefing Hasil Penelitian Implementasi BPJS Kesehatan di Kota dan Kabupaten Blitar, Senin (11/9/2017).

Nawawi juga mengtakan bahwa hal ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 36/2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud).

Pasien BPJS Kesehatan seharusnya mendapat jatah sembilan hari perawatan intensif di rumah sakit. Namun pihak rumah sakit hanya memberikan perawatan selama lima hari, selebihnya rumah sakit menganjurkan berobat jalan. 

"Ada juga pasien yang faham resep dokter bercerita, mereka seharusnya mendapat obat jenis injeksi sebanyak lima kali dalam sehari. Namun yang diberikan hanya dua kali suntikan berupa antibiotik saja ," tambah Nawawi.

Jika dibandingkan dengan RS Saiful Anwar Kota Malang, lanjut Nawawi, rumah sakit di Blitar sangat lamban menangani pasien BPJS Kesehatan.

"Mulai dari pendaftaran, pelayanan tenaga medis sampai pemberian obat, keluhannya sama. Antrenya luar biasa lama dan dibedakan pasien pengguna BPJS Kesehatan dengan pasien umum," ungkapnya.

Sementara, terkait bantuan kesehatan dari APBN selain KIS ada yang berupa Peserta Bantuan Iuran Nasional (PBIN), Pekerja Penerima Upah dan Pekerja Bukan Penerima  Upah  atau peserta BPJS Mandiri.

"Uniknya kami menemukan peserta BPJS Mandiri saat ini yang kontinyu mampu membayar iuran bulanan hanya sebanyak 56,99%. Sedangkan yang 34% mereka menunggak iuran hingga sampai hangus kepesertaan BPJS Kesehatannya. Setelah kami tanya, ternyata mereka tidak mampu membayar iuran satu KK. Dulu awal ikut khan bisa perorangan ," ungkapnya.

Dengan data dan fakta terkait implementasi BPJS Kesehatan di Blitar ini, maka ICW bersama KRPK  menilai perlu adanya regulasi khusus tentang tim pencegahan fraud ditingkat pusat atau propinsi layaknya KPK.

Dinas sosial sebagai palang pintu kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) harus lebih selektif lagi, jangan sampai salah sasaran . Dan membentuk Tim Gabungan dalam upaya penindakan upaya fraud, jika perlu dilaporkan ke polisi.

Sementara Staf Divisi Investigasi ICW, Wana Alamsyah mengatakan bahwa ada beberapa faktor penyebab tidak maksimalnya pelayanan, diantaranya karena pemerintah belum mengucurkan anggaran yang proposional bagi layanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu.

"Dalam APBN, pemerintah hanya menganggarkan 5% untuk  kesehatan. Ini tentu berpengaruh pada kualitas dan kuantitas layanan kesehatan pada masyarakat," ucapnya 

Temuan lain, lanjut Wana Alamsyah ditingkat nasional ada pergeseran korupsi kesehatan dimana dana obat-obatan dan alat kesehatan (Alkes). 

Karena penerapan e-katalog untuk PBJ (Pengadaan Barang/Jasa) sector kesehatan terutama Alkes (Alat Kesehatan) dan obat-obatan. E-katalog diduga menjadi penyebab berkurangnya korupsi Alkes dan obat-obatan karena harganya sudah ditetapkan dalam e-katalog tersebut.

Namun demikian, terhadap alkes dan obat tertentu yang belum masuk dalam daftar e-katalog masih tetap rawan dikorupsi.

“Dana Alkes merupakan dana paling banyak dikorupsi yaitu 107 kasus dengan nilai Rp 543 miliar,” paparnya.

Sedangkan pelayanan kesehatan justru yang mengalami kenaikan peringkat obyek korupsi.  Seperti dana BPJS Kesehatan dan dana jaminana kesehatan lainnya. 

“Pemantauan kami, sebelumnya periode 2009-2013 dana jaminan kesehatan tidak menjadi obyek korupsi terbanyak. Namun setelah penerapan BPJS Kesehatan, korupsi Dana Jaminan Kesehatan diduga semakin banyak,” paparnya.(*)


Topik

Peristiwa BPJS-kesehatan Blitar Indonesia-Corruption-Watch



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Heryanto