Sebagian kecil dari beragam tradisi masyarakat di perdesaan Kabupaten Malang yang semakin hilang dikikis modernitas oleh sebagian kecil warga tetap dijaga dan dilestarikan.
Salah satunya masih terlihat di Desa Gading Selatan, Kecamatan Bululawang, melalui permainan tradisional yang dilakukan oleh warganya, baik orang dewasa maupun anak-anak. Yaitu tradisi sawangan setelah selesainya masa panen tebu. Sawangan merupakan nama layang-layang, baik ukuran raksasa maupun biasa, yang bila telah terbang tinggi di langit bisa mengeluarkan bunyi mirip kumbang mendengung.
Keunikan ituah yang membuat warga Gading selalu menghelatnya setiap selesai panen tebu secara turun temurun. Bahkan, permainan tradisi layang-layang sawangan ini telah ada sangat lama di Desa Gading.
"Sejak kecil sudah ada tradisi sawangan ini," kata Bahrul Ulum (63), warga Gading yang sedang asyik menaikkan layang-layang sawangannya yang berukuran raksasa.
Bagi warga Gading, permainan layang-layang Sawangan dijadikan suatu alat untuk mempererat tali persaudaran dan silaturahmi antarwarga yang ada. Pada hari setiap warga Gading bermain Sawangan ini, mereka bisa berkumpul di lahan bekas tebang tebu dengan penuh kegembiraan.
Orang dewasa dan anak-anak saling adu ketangkasan menerbangkan layang-layang sawangan setinggi yang mereka mampu. Suara dengungan layang-layang serupa bunyi kumbang saling sahut-menyahut mengisi langit. Suasana menjelang sore pun pecah dengan kegembiraan, persaudaraan dan keasyikan warga dalam permainan tradisional ini.
"Tradisi Sawangan ini mampu menjaga silaturahmi kami yang setiap harinya disibukkan oleh pekerjaan masing-masing. Selain itu, kami bisa benar-benar bahagia saat bermain ini," ujar Bahrul Ulum yang ditemani dua tetangganya untuk menerbangkan layang-layangnya.
Layang-layang sawangan bagi orang dewasa memang tidak bisa diterbangkan oleh satu orang saja. Dengan ukuran panjang layang-layang 3,5 meter, dibutuhkan kerja sama tiga orang untuk menerbangkannya.
Satu orang bertugas memegang layang-layang. Yang lain bertugas menariknya. "Satu orang lagi tugasnya untuk menggulung dan mengulur benang layang-layang," terang Bahrul yang juga mengatakan, untuk membuatnya, dia membutuhkan dua hari dan merogoh kocek lumayan besar. "Satu layang-layang sawangan bisa habis Rp 500 ribu, Mas," imbuhnya.
Walau harus mengeluarkan dana cukup besar, rata-rata warga Gading tidak mempermasalahkannya. Apalagi sampai melupakan tradisi sawangan yang telah ada secara turun-temurun di desa mereka.
Bagi Bahrul dan lainnya, permainan layang-layang sawangan juga merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil tanam tebu yang mereka dapatkan. "Kegembiraan permainan serta tujuan dari tradisi ini telah terbukti menjadi dasar kami bermasyarakat. Jadi, dana tidak terlalu penting untuk itu semua," ungkap Bahrul.
Keunikan lain dari sawangan yang diterbangkan oleh warga Gading terlihat juga dari adanya baling-baling kecil beserta dinamo yang disematkan pada punggung layang-layang. Fungsi dari penambahan alat tersebut agar bisa menyalakan lampu yang terpasang pada sisi kiri dan kanan layang-layang saat malam hari. "Biasanya kalau sawangan ukuran jumbo, memang dibiarkan terus terbang sampai malam. Benang diikatkan kuat ke pohon atau tempat lainnya," pungkas Bahrul. (*)