Malang beranjak malam saat kami memutuskan berhenti sejenak di kawasan Jalan Mayjen Panjaitan. Tepatnya di deretan bangunan kios yang menjual aneka kuliner di samping SD Sang Timur. Saat itu Malang diguyur hujan yang sudah berlangsung nyaris seharian. Untuk menghalau dingin, kopi sepertinya sahabat sejati.
Kafe yang MalangTIMES tuju berukuran cukup mungil. Nama kafe itu adalah Paido-Maido. Nama yang unik. Sebab, dalam bahasa Jawa, artinya mengarah pada umpatan.
Kami duduk di meja dekat dengan kasir. Melihat rentetan harga terbilang sangat terjangkau. Soalnya, tidak ada menu yang dipatok sampai sembilan ribu rupiah.
"Nama kafe ini karena pengalaman saya sewaktu ngopi. Dulu masih jarang pegang handphone android atau i-phone kan. Jadi mengopi rasanya bisa lebih dekat. Kalau kami para cowok sudah nongkrong sambil ngopi, biasa ada candaan bernada ejekan. Bahasa Jawa-nya kan Paido-Maido. Ya sudah itu kami ambil sebagai nama kafe ini," cerita Renda Bagus, anak muda pemilik kafe tersebut.
Renda tidak sendiri mengelola kafe tersebut. Dia dibantu oleh saudaranya, yakni Alexander Adhitya. Keduanya mengaku kafe mereka masih dalam tahap uji coba karena baru sebulan mereka mulai membuka usaha ini. Kopi yang ditawarkan ialah varian kopi robusta asal Kabupaten Blitar.
"Kami ambil kopi jenis robusta dari Blitar ini karena jarang ada kafe kopi yang memakai ini. Keunggulannya dari segi rasa adalah lebih tajam dibanding kopi giras," ungkap Adit, panggilan Alexander Adhitya, yang sudah tujuh tahun belakangan menekuni profesi barista.
Kopi Blitar disajikan dengan teknik seduh manual brewing. Selain menu kopi hitam, ada varian kopi susu. Untuk yang satu ini, Adit mempraktikkan langsung proses pembuatan. Kopi susu ala Paido-Maido Cafe adalah campuran kopi robusta Blitar, susu kental manis Carnation, dan gula secukupnya.
"Menu kopi di sini ada standarnya sendiri. Kebetulan saya yang menerapkan di sini. Jadi, karyawan harus mematuhi takaran yang sudah kami tetapkan. Untuk kopi susu, racikannya tiga sendok makan susu kental manis, tiga sendok teh kopi Blitar, dan gula sepuncuk dari sendok, dikit saja," jelas Adit.
Harga kopi hitam dibanderol Rp 5 ribu. Sedangkan kopi susu berharga Rp 6 ribu. Tapi, meski harga terbilang murah meriah, rasanya tidak kalah dengan kopi susu di kafe kopi kenamaan. Ini pula yang membuat Ilyas hampir setiap hari menyantap kopi susu di kafe kopi Paido-Maido.
"Rasanya enak. Kopi susu di sini rasanya kental dan manis gimana gitu hehe. Pokoknya pas dan enak sekali. Makanya saya ajak teman-teman klub motor untuk mampir ke kafe ini sekalian," kata pria yang tergabung dalam Black Motor Community ini.
Kafe Paido-Maido buka setiap hari mulai pukul 15.00 hingga pukul 02.00 dini hari. Selain free wifi, di kafe ini pengunjung bisa bermain musik akustik. Renda menyediakan satu gitar dan sound system. "Pengunjung yang hobi musik bisa menikmati kopi sambil akustikan di sini," kata Renda, yang juga putra salah satu seniman lukis Malang, Anton Sugyanto. (*)