Meski belum banyak literatur yang membahas tentang masuknya Islam ke Malang. Namun jejak dari upaya mengislamkan masyarakat di Malang ditemukan di beberapa titik.
Salah satunya melalui makam atau kuburan muslim yang ditemukan di Jl. Bungkuk Kecamatan Singosari Kabupaten Malang.
Meski tergolong baru, makam tersebut cukup membuktikan bahwa usai runtuhnya Kerajaan Singasari, Islam masuk dengan damai.
Makam tersebut terletak di kompleks Masjid dan Pondok Pesantren Miftahul Falah atau yang lebih dikenal sebagai Masjid dan Ponpes Bungkuk.
Kuburan tersebut diketahui milik salah seorang mantan Laskar Pangeran Diponegoro yang melarikan diri saat kalah dalam peperangan tahun 1830.
Pemilik makam tersebut bernama Kyai Hammimudin dan merupakan salah satu tokoh penting dalam menyebarkan ajaran Islam. Dia pula yang menjadi pendiri Ponpes dan Masjid Bungkuk sejak pelariannya di 1830.
Saat ini, makam yang berusia lebih dari 100 tahun itu pun banyak menjadi jujukan wisatawan yang ingin melakukan wisata religi.
Tak hanya makam milik Kyai Hammimudin, di area belakang Masjid Bungkuk itu juga terdapat makam dari keturunannya.
Salah satunya adalah Kyai Thohir, menantu Kyai Hammimudin sekaligus pengurus Ponpes dan Masjid Bungkuk sepeninggal Kyai Hammimudin. Ke dua makam dari tokoh muslim ini pun berdampingan dan selalu ramai dikunjungi saat akhir pekan.
"Jumat, Sabtu, dan Minggu memang banyak yang datang untuk berziarah," terang cicit Kyai Hammimudin, H. Moensif Nachrowi pada MalangTIMES.
Makam ke dua tokoh ini pun tampak normal sebagaimana makam muslim yang menjadi wisata religi pada umumnya.
Ukurannya pun tidak terlalu panjang seperti makan muslim yang ditemukan di luar Malang.
Berbeda dengan makam Kyai Hammimudin, makam Kyai Thohir dilingkari dengan pagar berwarna putih. Pada setiap sudut makam juga diletakkan bunga melati berwarna putih.
"Peziarah kebanyakan adalah mereka yang datang untuk bepergian ke Wali lima atau Wali Songo. Mereka mampir saat malam hari, biasanya saat subuh sembari shalat di sini," jelasnya.
Generasi ke empat dari Kyai Hammimudin ini pun tidak tahu dengan persis awal mula makam kakek buyutnya tersebut menjadi tujuan wisata religi.
Karen saking banyaknya yang datang, menurutnya makam dibuka setiap hari selama 24 jam.
"Namanya mau mengirim doa dan tahlil, maka kami persilahkan," jelasnya lagi.