Sistem pelayanan RSUD Dr Saiful Anwar (RSSA) menuai diprotes. Seorang warganet dengan akun Eka Fatmawati Mudlor mengunggah 'curhatan' ke Facebook.
Eka sakit hati karena ditolak saat ingin lakukan psikotes di RSSA. Unggahan Eka langsung viral. Ia menilai RSSA bersikap diskriminatif. Postingan Eka diunggah pada Selasa (3/7) yakni sebagai berikut.
"Yth. Direktur RS. Saiful Anwar Kota Malang
Kami ingin bertanya dok..
Mengapa ada kebijakan bahwa RS Saiful Anwar sudah tidak melayani pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani untuk non calon legislatif. Lalu hak kami sebagai pasien non caleg bagaimana? Padahal kami sudah mendaftar, sudah membayar bahkan kami sudah masuk daftar antrian.
Kebijakan RS Saiful Anwar sungguh sangat diskriminatif dan tidak mencerminkan rumah sakit dengan pelayanan maksimal kepada masyarakat.
Sungguh sangat disayangkan statement dari salah satu penanggungjawab poli yang menyatakan bahwa RS Saiful Anwar sudah ada kontrak dengan KPU sebanyak 700 caleg yang harus dilayani dengan kuota 40 orang per hari.
Sedangkan hari ini, kami sudah masuk dalam antrian kuota hari berikutnya. Tapi begitu petugas tahu bahwa kami bukan caleg, langsung kami ditolak. Muncul pertanyaan: Apakah dengan kontrak tersebut lantas dengan mengabaikan dan mengorbankan hak-hak kepentingan pasien yang lain? Luar biasa enggak lucu," tulis Eka di Facebook.
Saat dikonfirmasi MalangTIMES, Eka menjelaskan kejadian bermula saat ia mengantre di Poliklinik RSSA pada Selasa (3/7/2018) pukul 09.30 WIB.
Ia dan sang kawan, Emil Huda bermaksud melakukan psikotes untuk memenuhi persyaratan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Jadi, ada penambahan anggota Bawaslu. Syaratnya salah satunya psikotes. Rumah sakit yang direkomendasi adalah di RSSA dan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Lawang. Batas akhirnya kan sampai tanggal 8 Juli. Nah, waktu saya psikotes tanggal 3 kemarin saya sudah registrasi, sudah dapat nomor antrean tetapi ditolak karena alasan bukan calon anggota legislatif (caleg)," jelasnya kepada MalangTIMES saat dihubungi via ponsel, Rabu (4/7/2018).
Kekecewaan Eka tidak langsung ia luapkan di media sosial, dia menemui terlebih dahulu penanggungjawab poliklinik jiwa.
"Saya ketemu dengan dokter Happy lalu beliau menjelaskan bahwa itu memang ada peraturan dari Direktur RSSA. Tidak ada pengumuman tapi ada yang dibacakan ke kami itu di meja penanggungjawab dan saya sempat ambil foto sebagai bukti," sambung dia.
Catatan Penanggungjawab Poliklinik di Ruang General Check Up (foto: Eka Fatmawati Mudlor for MalangTIMES)
"Semua warga masyarakat harusnya kan mendapatkan pelayanan yang sama. Apalagi di sini kan juga menjadi sebuah persyaratan untuk mendaftar anggota tambahan Bawaslu. Seharusnya kan ada pengumuman atau sikap dari RSSA. Akhirnya saya ya terpaksa psikotes di tempat lain karena hal ini," jelas dia.
Menanggapi keluhan Eka, bagaimana klarifikasi dari pihak RSSA? Dan bagaimana tanggapan dari KPU soal kerjasama mereka dengan RSSA? Simak ulasan lengkapnya hanya di Media Online berjejaring terbesar di Indonesia, MalangTIMES. (*)