Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Agama

Ketua Umum Lesbumi PBNU Agus Sunyoto Beber Sejarah Keris Kediri

Penulis : Bambang Setioko Kediri TIMES - Editor : Yunan Helmy

09 - Sep - 2018, 15:43

Placeholder
Sarasehan budaya dalam Acara Gugat Keris Jenggala #2 dengan mendatangkan narasumber Sejarawan Kiai Ngabehi Agus Sunyoto. (Foto: B. Setioko/JatimTIMES)

Selain pameran dan bursa keris, rangkaian acara Gugat Keris Jenggala #2 juga menggelar serasehan budaya. Yang datang sebagai narasumber adalah sejarawan yang juga ketua umum Lesbumi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Kiai Ngabehi Agus Sunyoto. Sarasehan berlangsung Sabtu (08/09/2018) sore.

"Kegiatan serasehan dimaksudkan sebagai agenda pelurusan sejarah terkait keberadaan keris Kediri di masa lampau. Kenapa lebih dikenal keris Jenggala, padahal Jenggala yang dikalahkan Kediri. Ada apa kok keris bukan Kediri? Padahal Kediri yang menang," Kata ketua Paguyuban Tosan Aji dan Keris Panji Joyoboyo Kediri ini.

Dalam paparannya, pria yang akrab disapa Gus Sunyoto itu menjelaskan bahwa antara Jenggala dan Panjalu sebenarnya yang membedakan adalah wilayahnya. Wilayah tersebut digambarkan oleh Sunyoto antara pesisir dan pedalaman. Jika Jenggala wilayahnya berada di pesisir, sedangkan Panjalu memiliki lokasi di pedalaman termasuk Kediri.

"Ada hal yang perlu dijelaskan, kebiasaan mencari makanan juga masih dijalankan. Sebagian mencari makan di pedalaman, yakni bertani dan bercocok tanam. Sebagian lagi masyarakat menuju ke laut untuk mencari ikan. Inilah nanti yang menjadikan budaya berbeda antara yang melaut dan bercocok tanam," papar dia.

Gus Sunyoto memaparkan, keberadaan wilayah teritorial inilah yang juga memberi pengaruh terhadap budaya. Sebab, pencarian makanan mengarah ke pedalaman dan orientasinya agraris. Sedangkan yang ke laut orientasinya maritim. Di wilayah pesisir, membentuk budaya matriarki atau keibuan. 

"Kenapa? Karena para bapak ke laut dan pulangnya seminggu, sebulan, bahkan setahun sekali. Lha yang mengurus rumah tangga adalah Ibu. Sementara yang ke pedalaman, bapak yang lebih berkuasa atau patriarki. Nah, dua budaya inilah yang disebut di Jawa sebagai Jenggala dan Panjalu," lanjut Sunyoto.

Dia lebih menegaskan, Jenggala lebih menghargai kaum perempuan atau budaya matriarki. Sementara Panjalu lebih bersifat Patriarki atau menganggap laki-lali sebagai pemegang kekuasaan utama.

"Begitu juga perkembangan pusaka, hanya orang-orang pesisir yang mampu memiliki pusaka dari campuran logam yang didatangkan dari luar. Sehingga orang-orang yang ada di pedalaman tidak memilikinya. Dan kita pernah para empu kita memadukan besi, baja, dan logam menjadi pusaka pamor yang sangat bagus. Seperti Empu Gandring yang juga dari Kediri mampu memadukan dua logam, termasuk terciptalah keris ini hanya ada du Indonesia sebagai kelanjutan zaman kuno,"  papar Sunyoto.


Topik

Agama kediri berita-kediri



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Bambang Setioko Kediri TIMES

Editor

Yunan Helmy