Bernilai sejarah dan menjadi bangunan cagar budaya ternyata tak menjamin bangunan itu terawat.
Hal itu terlihat dari beberapa bangunan cagar budaya yang ada di Kabupaten Tulungagung.
Bangunan eks Pengadilan Negeri Kabupaten Tulungagung yang berada di Jalan Basuki Rahmat misalnya.
Meski kini berpagar tinggi untuk melindungi bangunan itu dari aksi pengrusakan atau vandalisme, namun perusakan dari alam tak bisa dihindari.
Halaman bangunan yang dibiarkan ditumbuhi rerumputan menimbulkan kesan tak terawat.
Belum lagi ilalang yang tumbuh di kiri dan kanan bangunan dan lumut di dinding kian membuat bangunan terkesan angker.
Pemerhati bangunan bersejarah dan juga Dosen Arkeolog di Universitas Malang, Dwi Cahyono ungkapkan minimnya perhatian dari pemerintah Kabupaten Tulungagung terhadap bangunan cagar budaya.
Meski sudah mempunyai Peraturan Daerah Perlindungan Cagar Budaya, namun hingga saat ini perhatian yang diberikan masih minim.
Perda yang dimaksud Perda Nomer 15/2011 Kabupaten Tulungagung tentang Pengelolaan Cagar Budaya Daerah.
“Ibaratnya kita ini punya cakar tapi tidak punya harimau,” tutur lulusan S-2 Arkeologi UI itu pada awak media saat mengadiri acara di Balai Rakyat di Tulungagung, Rabu (26/9).
Banyak dari bangunan cagar budaya di Tulungagung yang sudah hilang lantaran tidak adanya perhatian dan kepedulian masyarakat dan pemerintah.
Dirinya mencontohkan bangunan Sekolah Menengah Tekhnik (STM) yang kini telah berganti menjadi bangunan pertokoan di jalan Agus Salim.
Hilangnya bangunan cagar budaya biasanya diawali dengan peralihan kepemilikan.
Ilalang di kiri kanan gedung, lumut di dinding dan rumput liar hiasi gedung eks PN Tulungagung. (foto : Joko Pramono/tulungagungtimes)
Ketika pemilik baru menginginkan perubahan, maka fisik bangunan akan diubah sesuai dengan kebutuhan pemilik baru.
Lambat laun bentuk asli dari bangnan cagar budaya akan berubah dan hilang.
“Diawali dengan perubahan kepemilikan dan berujung dengan perubahan fisik yang menghilangkan bentuk asli dari bangunan cagar budaya itu,” terang pria kelahiran 28 Juli 1962 itu.
Untuk langkah awal penyelamatan benda cagar budaya, menurut Dwi Cahyono harus dilakukan inventarisasi benda cagar budaya yang ada, baru bisa dilakukan langkah selanjutnya untuk penyelamatan. Sayang hingga saat ini hal itu masih belum dilakukan oleh Pemerintah.
“Di Inventaris, di re inventaris baru dilakukan langkah selanjutnya,” tutur Dwi Cahyono.
Dampak dari belum di inventarisasi benda cagar budaya, hingga saat ini belum diketahui pasti jumlah benda cagar budaya yang ada.
“Jumlahnya saja kita belum tahu,” ungkapnya.
Dirinya berharap pemerintah segera mengambil langkah untuk penyelamatan benda cagar budaya, agar benda cagar budaya yang ada tetap lestari dan tidak hilang ditelan zaman.