Lantaran mempertimbangkan dampak terhadap lingkungannya, saat ini Jepang telah menutup sebagian besar lahan pertambangan. Hal ini dinyatakan oleh Prof. Noriyashi Tsuchiya dari Graduate School of Environmental Studies, Tohoku University Jepang saat mengisi kuliah tamu “Heavy Metal and Arsenic Pollution and Risk Assesment of Soil in Mining Area” di Aula Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya belum lama ini.
“Pemerintah Jepang sangat concern terhadap kesehatan lingkungan sehingga limbah bekas pertambangan akan mengalami treatment netralisasi terlebih dahulu untuk mengurangi kadar keasaman dari sisa air asam tambang," ujarnya.
Prof. Noriyashi Tsuchiya menjelaskan bahwa polusi tanah akibat logam berat sangat berbahaya bagi kesehatan lingkungan. Tidak saja bagi manusia namun juga bagi tanaman dan hewan.
Buah dan sayuran yang ditanam di area tercemar dapat menyebabkan gangguan kesehatan serius bila dikonsumsi manusia dan hewan. Selain itu, tanah yang tercampur logam berat juga dapat mengganggu kesuburan tanaman.
Menurutnya, tidak adanya penanganan terhadap lahan bekas tambang akan menyebabkan area tersebut tercemar oleh banyak jenis kandungan logam berat seperti Pb, Cu dan Zn. Padahal limbah ini menyebabkan pencemaran serius terhadap lingkungan.
"Bahkan jika kandungan logam beratnya melebihi ambang batas dapat saja mempunyai sifat racun yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan manusia, sehingga diperlukan treatment," paparnya.
Selain menjelaskan bahaya tanah pertambangan yang telah tercemar logam berat, Prof. Noriyashi Tsuchiya juga memaparkan tentang sumber energi geothermal.
“Saat ini geothermal kembali giat dikembangkan sebagai salah satu sumber energi alternatif. Indonesia merupakan wilayah yang memiliki banyak gunung berapi sehingga mempunyai potensi geothermal yang besar sebagai salah satu alternatif energi terbarukan,” jelasnya.