Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Malang konsisten dalam melakukan pemberdayaan bagi penyandang disabilitas. Khususnya mereka yang berada di usia produktif. Hal ini terlihat dari berbagai rangkaian kegiatan Disnaker selama rentang tahun 2019 ini.
Salah satu yang terbaru adalah pembinaan dan pelatihan membatik Inklusif bagi para difabel. Sebanyak 17 orang yang secara kontinyu dilatih Disnaker dengan menggandeng Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Ganesa, Kepanjen, selama sepekan.
Kepedulian terhadap penyandang disabilitas, menurut Yoyok Wardoyo Kepala Disnaker Kabupaten Malang, merupakan upaya untuk ikut serta bergerak mengentaskan 'keterpurukan' para difabel. "Jadi kalau pun kita fokus pada saudara kita yang difabel, bukan berarti kita mengambil ranah dinas lain yang fokus pada mereka. Tapi sebagai wujud bersama-sama untuk memberdayakan penyandang disabilitas Kabupaten Malang," kata Yoyok, Senin (20/05/2019).
Pemberdayaan difabel Kabupaten Malang yang kini dikawal ketat Disnaker dengan konsep pelatihan berkelanjutan. Yaitu, pelatihan yang bukan hanya selesai di saat kegiatan saja. Tapi, memiliki tindaklanjut dengan hasil pelatihan yang telah diberikan. Hal ini dipertegas oleh Kepala Bidang Pelatihan dan Produktivitas (Lattas) Disnaker Pemkab Malang, M Yekti Pracoyo, yang mengatakan, pihaknya memang mengusung tema pelatihan berkelanjutan.
"Ini instruksi pak Kadis dan memang saatnya kita merumuskan konsep berkelanjutan dalam pembinaan dan pelatihan. Tentunya hal ini akan menghasilkan apa yang diharapkan kita bersama, khususnya bagi para difabel," ujar Yekti.
Dari penuturan Yekti juga, para difabel selain dilatih dalam membatik, juga diberikan kemampuan berwirausaha. Kemampuan tersebut pun diberikan kepada mereka secara langsung dengan pemateri dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Serta materi mengenai pembiayaan keuangan bagi wirausahawan dari Bank Jatim.
"Ini yang kami sebut berkelanjutan. Sehingga mereka memiliki keterampilan komplit. Selain tentunya, kami juga menjalin kerjasama dengan para pengusaha batik dari Probolinggo dan Malang," tutur Yekti.
Sistem kerja sama nantinya, para pengusaha batik ini akan memberikan alat dan bahan bagi para peserta pelatihan. Kemudian peserta bisa mengerjakan di rumah. Selanjutnya, jika sudah selesai akan diambil oleh perusahaan tersebut. Sementara para perajin juga mendapatkan penghasilan. “Jadi pelatihannya tidak berhenti sampai di sini tapi ada kelanjutan. Kemungkinan model kerja sama ini akan dilaksanakan usai Lebaran,” tegasnya.
Salah satu peserta difabel, Alifah (20) asal Kecamatan Turen, menyatakan bahwa pelatihan yang diberikan Disnaker terbilang cocok dengan kondisi fisiknya yang cacat. Kebanyakan peserta mengalami kelainan pendengaran dan bisu. “Kami senang mengikuti pelatihan membatik ini. Tidak susah, mudah dan materinya bisa kami tangkap,” kata Alifah dengan bahasa isyarat.