Untuk menghindari praktek pungli Perhutanan Sosial (PS), sejumlah NGO dari pusat mengajukan pendampingan. Mereka diseleksi dan akan mendapatkan SK jika memenuhi syarat pendampingan. Namun di luar itu, ada kelompok yang memanfaatkan demi mencari keuntungan tanpa mengambil resikonya dan merugikan para pemohon PS.
Praktek dugaan pungutan liar (pungli) di program PS ini sudah terinventarisir pihak perhutani di Banyuwangi. Di mana sudah ada kerjasama dengan pendampingan PS serta secara resmi memiliki SK dari Balai Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sementara di lapangan, banyak para pemohon yang telah membayarkan uang dan diduga sebagai pungli. Nilainya, mencapai kisaran angka Rp 5 juta ke atas. Bahkan pemohon yang membayar mendapat janji manis dari oknum tidak bertanggungjawab, seolah lahan yang dimohonkan untuk program PS ini, nanti bisa dimohonkan jadi hak milik.
Informasi ini terus menggelinding liar. Sehingga membuat pusing pihak perhutani. “Perhutani sosialisasi perhutanan sosial dengan pendampingan, di lapangan, banyak pertanyaan itu. Perhutani bagi-bagi 2 hektar lahan pak, biayanya apa betul segini?,” sitir petugas KPH Banyuwangi Selatan setingkat mandor, yang enggan disebutkan identitasnya.
Data yang diterima media ini, lembaga pendampingan PS yang resmi, hanya ada beberapa saja. Diantaranya yaitu, Lembaga LASKAR HIJAU, lembaga ARUPA, lembaga WANA CARAKA, lembaga SEMUT IRENG, JPIK. Lembaga lembaga itu lah yang akan mendampingi pemohon PS, baik dari Kelompok Tani Hutan (KTH) maupun Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Menanggapi temuan di lapangan, soal dugaan Pungli di Perhutanan Sosial, Kepala KPH Banyuwangi Selatan Nur Budi Susatyo, S.Hut, MM, dengan tegas mengatakan, bahwa pungli itu bisa dipidanakan. Karena jelas melanggar aturan yang sudah ditetapkan pemerintah dan peraturan perhutani sendiri.
“Apapun bentuknya, pungli itu bisa dipidanakan,” tegas Nur Budi Susatyo, kepada awak media, Rabu (20/11/19).
Perhutani KPH Banyuwangi Selatan sendiri sangat mendukung program pemerintah terkait Perhutanan Sosial (PS). Baik menurut P. 83 tahun 2016 dengan skema Kulin KK maupun P. 39 tahun 2017 dengan skema IPHPS. Bahkan perhutani siap memfasilitasi masyarakat, LMDH maupun KTH, agar sesuai dengan ketentuan.
"Bahwa P. 83 maupun P. 39 adalah sama sama perhutanan sosial. Hanya ruangnya saja yang berbeda. Sehingga LMDH maupun KTH serta masyarakat harus bersinergi dengan perhutani," tandas Nur Budi Susatyo.